Monday, June 16, 2025

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT

Maria Magdalena Puji Ningtyas

225030100111035

mariamagdalenaa@student.ub.ac.id


        Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas yang menyimpan lebih dari 17.000 pulau dengan keanekaragaman hayati laut dan darat yang luar biasa. Namun, dalam beberapa dekade terakhir, pembangunan ekonomi melalui eksploitasi sumber daya alam kerap kali berbenturan dengan prinsip kelestarian lingkungan. Salah satu isu penting dalam hal ini adalah terkait Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dalam proyek-proyek ekstraktif seperti pertambangan pada beberapa wilayah krusial di Indonesia.

        Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan instrumen penting dalam perlindungan lingkungan yang wajib dimiliki setiap kegiatan atau usaha yang berisiko besar terhadap ekosistem. Secara hukum, AMDAL diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan diperjelas melalui Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021. Menurut pasal 1 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021, AMDAL didefinisikan sebagai:

“Kajian mengenai dampak penting pada Lingkungan Hidup dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan, untuk digunakan sebagai prasyarat pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan serta termuat dalam Perizinan Berusaha atau persetujuan Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah.”

Hal ini kemudian dipertegas dalam  Pasal 5 ayat (2b) yang menyatakan bahwa:

“Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang lokasi Usaha dan/atau Kegiatan dilakukan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan kawasan lindung.”

Peraturan-peraturan tersebut menunjukkan bahwa AMDAL tidak hanya berfungsi sebagai formalitas administratif, melainkan sebagai alat preventif yang menentukan layak tidaknya suatu proyek dijalankan berdasarkan analisis dampak lingkungan secara keseluruhan.

        Menurut Juniatmoko et al. (2023), AMDAL hadir sebagai langkah pencegahan dengan memasukkan isu lingkungan dalam perencanaan agar dampak negatif dan risiko terhadap kerusakan lingkungan dapat diminimalisir. Selain itu, AMDAL juga memiliki beberapa fungsi diantaranya: (Marsolihah et al., 2023)

  • Menjadi dasar informasi bagi pengambil keputusan, baik pemerintah maupun subjek kegiatan (dalam hal ini pelaku usaha).
  • Memberikan panduan untuk langkah pencegahan, pengendalian, dan pemantauan dampak lingkungan.
  • Menyediakan data dan informasi sebagai bahan perencanaan pembangunan di tingkat daerah.

        Berbicara terkait pengimplementasian AMDAL di lapangan, secara lebih lanjut terdapat dua prinsip utama yang menjadi pilar AMDAL, yaitu: prinsip kehati-hatian dan prinsip prosedural. Prinsip kehati-hatian mendorong pemerintah dan pelaku usaha untuk mengambil tindakan preventif ketika suatu kegiatan diprediksi dapat menimbulkan dampak cukup besar terhadap lingkungan. Sementara, prinsip prosedural mewajibkan seluruh proses AMDAL dilakukan secara terstruktur sesuai mekanisme baku, transparan, menyertakan keterlibatan publik, adanya laporan dan evaluasi (Kuhu, 2023).

        Akan tetapi, dalam implementasinya, menurut Hady (2018) sebagaimana dikutip oleh Wijaya (2025), banyak perusahaan tambang di kawasan adat Indonesia masih sering mengabaikan ketentuan lingkungan; pengawasan pemerintah terkait hal tersebut juga terbilang cukup lemah. Selain itu, berdasarkan hasil kajian ditemukan bahwa pelaksanaan prinsip AMDAL masih kurang demokratis, proses penerbitan dan pencabutan IUP dilakukan tanpa melibatkan masyarakat adat, sehingga melanggar ketentuan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Mineral dan Batubara dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Wijaya, 2025).

        Salah satu studi kasus terkait permasalahan AMDAL yang menjadi perbincangan publik akhir-akhir ini adalah pertambangan nikel yang terjadi di Raja Ampat.  Raja Ampat adalah kawasan strategis yang diakui secara internasional sebagai kawasan konservasi laut kelas dunia dan telah ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark sejak tahun 2023 silam. Namun, di tengah prestasi ini, ancaman mulai datang dari praktik eksploitasi sumber daya alam, salah satunya adalah pertambangan nikel yang berpotensi merusak kelestarian lingkungan pada kawasan lindung tersebut. Dalam aktivitas pertambangan nikel yang terjadi di Raja Ampat, dokumen AMDAL dan perizinan usaha menjadi sorotan.

        Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat bahwa setidaknya terdapat lima perusahaan yang telah memperoleh izin tambang di Raja Ampat, yaitu: PT Gag Nikel dengan izin Operasi Produksi sejak 2017, PT Anugerah Surya Pratama (ASP) dengan izin Operasi Produksi sejak 2013, PT Mulia Raymond Perkasa (MRP) dengan IUP diterbitkan pada 2013, PT Kawei Sejahtera Mining (KSM) dengan IUP diterbitkan pada 2013, dan PT Nurham dengan IUP diterbitkan pada 2025. Dua diantaranya mendapat izin resmi dari pemerintah pusat dan tiga perusahaan lainnya mendapat izin dari pemerintah daerah. Akan tetapi, setelah diadakan investigasi mendalam oleh Kementerian ESDM pada Selasa (10/6/2025), empat dari lima izin tersebut dicabut atas perintah langsung dari Presiden Prabowo Subianto. Dilansir dari BBC News Indonesia (10/6/2025), Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menyebutkan keempat perusahaan tambang yang dimaksud meliputi: PT Anugerah Surya Pratama (ASP), PT Mulia Raymond Perkasa (MRP), PT Kawei Sejahtera Mining (KSM), serta PT Nurham. Keempat perusahaan ini secara teknis melanggar batas wilayah geopark yang seharusnya dilindungi. Selain itu, dilansir dari Kompas.com (9/6/2025), ditemukan adanya aktivitas manajemen pertambangan yang dinilai kurang memadai sehingga berpotensi menyebabkan pencemaran air laut dan kekeruhan tinggi di pantai. Berdasarkan hasil investigasi Tim Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), ditemukan bahwa kolam limbah (settling pond) -yang berfungsi sebagai area sedimentasi hasil tambang sebelum pembuangan- milik PT Anugerah Surya Pratama (ASP) terindikasi jebol yangmana hal ini berpotensi menimbulkan kekeruhan air laut dan mencemari ekosistem pesisir. 

        Walaupun pencabutan izin terhadap beberapa perusahaan yang dinilai tidak sesuai dengan AMDAL telah dilakukan, banyak dari masyarakat menilai bahwa penanganan ini terkesan reaktif dan baru bener-benar ditanggapi setelah protes keras dari organisasi masyarakat sipil seperti Greenpeace, WALHI, dan Komnas HAM. Pernyataan dari Kementerian ESDM menyatakan bahwa pengawasan dilakukan secara ketat dan transparan juga menjadi kontradiktif dengan fakta yang ditemukan di lapangan karena pada kenyataannya tindakan tegas baru diambil setelah tekanan media dan masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa pengawasan belum dilakukan secara efektif sejak awal, padahal izin terhadap beberapa perusahaan yang tidak sesuai dengan implementasi prinsip-prinsip AMDAL telah dikeluarkan sejak lama.

        Selain pelanggaran administratif dan lingkungan, potensi pelanggaran HAM juga mencuat. Komnas HAM menyebutkan bahwa aktivitas tambang di Raja Ampat bisa menimbulkan pelanggaran hak atas lingkungan hidup yang sehat, yang merupakan hak konstitusional setiap warga negara. 

“Berpotensi sangat kuat menimbulkan adanya pelanggaran HAM, terutama di bidang lingkungan hidup. Setiap warga negara punya hak dan dijamin dalam konstitusi untuk mendapatkan hak atas lingkungan hidup yang sehat," ujar Ketua Komnas HAM RI, Anis Hidayah dilansir dari CNN Sabtu (14/06).

        Penambangan di pulau-pulau kecil seperti Kawe, Gag, dan Manuran juga melanggar Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 dan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1981) yang melarang penambangan di wilayah tersebut.

        Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyoroti bahwa meskipun pemerintah berdalih bahwa tambang-tambang tersebut sudah memiliki AMDAL, namun keberadaan AMDAL tidak bisa menjadi tameng untuk menghindari pencabutan izin jika memang terjadi pelanggaran. Bahkan, keberadaan AMDAL yang tidak disusun dengan partisipatif dan tanpa validasi publik justru harus dievaluasi ulang.

“Kalau pemerintah mau menyelamatkan Raja Ampat, kalau logikanya sudah ada AMDAL dan izinnya tetap dipertahankan, itu artinya dia bukan untuk menyelamatkan Raja Ampat, tapi mau menyelamatkan izin PT Gag dari kemarahan publik. Kalau logika pemerintah mau menyelamatkan Raja Ampat dari pertambangan, yang harus diperiksa itu AMDAL-nya benar apa tidak?” ujar Direktur Eksekutif WALHI, Zenzi Suhadi dilansir dari Metro TV News (11/06).

 

KRITIK TERHADAP IMPLEMENTASI AMDAL PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT

        Meskipun AMDAL adalah instrumen penting dalam pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, faktanya implementasinya masih jauh dari kata “ideal”. Salah satu kritik utama adalah ketidaktransparanan dan lemahnya pengawasan selama proses perizinan dan operasional perusahaan. Banyak perusahaan yang memperoleh izin tambang. Namun, proses penyusunan AMDAL-nya tidak melibatkan masyarakat setempat secara masif. Hal ini melanggar prinsip partisipasi yang diatur dalam prinsip AMDAL dan menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap proses perizinan yang diterbitkan. Selain itu, seringkali AMDAL yang disusun bersifat formalitas administratif tanpa kajian mendalam terhadap potensi kerusakan ekologis secara riil. Banyak dokumen AMDAL yang hanya memenuhi syarat administrasi, tetapi minim analisis risiko dan langkah mitigasi yang konkret. Penelitian dan investigasi di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan AMDAL tidak dilakukan secara konsisten dan seringkali diabaikan setelah izin dikeluarkan. Kasus di Raja Ampat menunjukkan bahwa aktivitas pertambangan berlangsung tanpa pengawasan ketat, sehingga merusak ekosistem pesisir dan laut yang menjadi aset utama kawasan konservasi tersebut. Lebih dari pada itu,  dokumen AMDAL dicurigai disusun berdasarkan “pesanan perusahaan”, sehingga isinya cenderung berpihak pada kepentingan korporasi ketimbang keamanan lingkungan. Ketimpangan ini mengaburkan fungsi preventif AMDAL dan menjadikannya sebagai alat justifikasi bagi eksploitasi sumber daya alam.

        Selain aspek administratif dan sosial, kritik juga ditunjukkan pada aspek ekologis. Banyak studi dan investigasi menunjukkan bahwa kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat yang tidak tepat guna dan mekanismenya tidak sesuai dengan regulasi yang telah ditetapkan sebelumnya berpotensi menyebabkan pencemaran air laut, kerusakan habitat, dan penurunan keanekaragaman hayati yang ekstrem.


REKOMENDASI PERBAIKAN SISTEM MANAJEMEN AMDAL

        Sebagai langkah perbaikan, pemerintah perlu menerapkan sejumlah rekomendasi strategis. Pertama, perlu adanya reformasi sistem AMDAL secara menyeluruh, terutama dalam mekanisme penyusunan, validasi, dan pemantauan dan evaluasi secara berkala. Penyusunan AMDAL harus benar-benar melibatkan masyarakat lokal, ahli lingkungan, serta lembaga-lembaga pengawas yang dinilai kredibel. Validasi AMDAL seharusnya tidak hanya menilai kelengkapan dokumen, tetapi juga mengevaluasi metodologi, data yang digunakan, dan dampak jangka panjang.

        Rekomendasi yang kedua, pemerintah harus memperkuat kapasitas pengawasan lingkungan dengan menggandeng lembaga yang benar-benar independen. Pengawasan tidak cukup dilakukan secara administratif, tetapi harus mencakup inspeksi lapangan berkala, penggunaan teknologi pemantauan, serta pelibatan masyarakat sipil sebagai pengawas komunitas (community watchdogs).

        Yang ketiga, penerapan sanksi harus tegas dan tidak pandang bulu. Perusahaan yang terbukti melanggar ketentuan lingkungan, baik dari sisi AMDAL, pencemaran, maupun perizinan, harus diberikan sanksi administratif, denda lingkungan, bahkan pidana jika diperlukan. Langkah pencabutan izin oleh Presiden merupakan langkah progresif dan diharapkan langkah-langkah seperti ini dapat dilakukan secara konsisten.

        Rekomendasi yang keempat adalah terkait revisi kebijakan eksploitasi sumber daya alam di pulau-pulau kecil. Pemerintah harus menjadikan pulau-pulau kecil sebagai kawasan konservasi prioritas yang tidak boleh disentuh oleh kegiatan ekstraktif skala besar. Dan yang terakhir, penting untuk membangun sistem informasi lingkungan yang transparan dan dapat diakses publik. Semua dokumen AMDAL, hasil evaluasi, serta laporan pemantauan harus dipublikasikan secara terbuka untuk memastikan adanya kontrol sosial yang efektif.


KESIMPULAN

        Kontroversi AMDAL dalam kasus pertambangan nikel di Raja Ampat bukan hanya masalah administratif, tetapi mencerminkan persoalan mendasar dalam tata kelola lingkungan hidup di Indonesia. Keberadaan AMDAL sebagai instrumen perlindungan lingkungan harus dikembalikan pada tujuannya yang sejati, yaitu sebagai alat untuk mencegah kerusakan lingkungan dan memastikan bahwa pembangunan berjalan seiring dengan kelestarian. Kasus Raja Ampat seharusnya menjadi titik balik untuk memperkuat sistem perlindungan lingkungan yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan. Tanpa komitmen kuat dari semua pihak, terutama pemerintah, penegak hukum, dan masyarakat, upaya menjaga kekayaan alam Indonesia hanya akan menjadi wacana kosong di tengah laju eksploitasi yang semakin mengancam masa depan generasi mendatang.



REFERENSI

CNN Indonesia. (14 Juni 2025). Fakta terbaru tambang nikel Raja Ampat: Pencabutan izin–potensi pidana. Diakses 16 Juni 2025, dari https://www.cnnindonesia.com/nasional/20250614123415-20-1239711/fakta-terbaru-tambang-nikel-raja-ampat-pencabutan-izin-potensi-pidana

Juniatmoko, R., Arifien, Y., Siahaya, A. N., Fahmi, A., Herniwanti, H., Kurnianingsih, O., ... & Hidana, R. (2023). Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL).

Kuhu, C. J. (2023). Perlindungan Hukum Terhadap Masyarakat Di Kecamatan Bunta Kabupaten Banggai Atas Pertambangan Nikel Dalam Menunjang Pembangunan Berkelanjutan. LEX ADMINISTRATUM, 11(5).

Marsolihah, D., Azzahra, N., Sari, R. M., & Pramasha, R. R. (2023). ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN (AMDAL) SEBAGAI ALAT PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN. Indonesian Journal of Economy and Education Economy, 1(2), 211-221.

MetroTVNews. (11 Juni 2025). WALHI: AMDAL tak bisa jadi alasan IUP Tambang Raja Ampat dicabut. Diakses 16 Juni 2025, dari https://www.metrotvnews.com/play/kewCMm8G-walhi-amdal-tak-bisa-jadi-alasan-iup-tambang-raja-ampat-dicabut youtube.com+10metrotvnews.com+10metrotvnews.com+10

Prihatini, Z., & Wiji Utomo, Y. (2025, 9 Juni). Terbukti ada kolam limbah tambang nikel Raja Ampat jebol dan cemari laut. Kompas.com Lestari. Diakses 16 Juni 2025, dari https://lestari.kompas.com/read/2025/06/09/061614886/terbukti-ada-kolam-limbah-tambang-nikel-raja-ampat-jebol-dan-cemari-laut

Rasyid, A. (2025). Antara Tambang dan Amanah Konstitusi. Koran Mimbar Umum, 1-11.

Wijaya, A. A. (2025). PEMBERIAN DAN PENCABUTAN IZIN USAHA PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT DALAM PERSPEKTIF NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI. Jurnal Media Akademik (JMA), 3(6).


No comments:

Post a Comment

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT

ANALISIS DAMPAK LINGKUNGAN HIDUP PERTAMBANGAN NIKEL DI RAJA AMPAT Maria Magdalena Puji Ningtyas 225030100111035 mariamagdalenaa@student.ub.a...